Tampilkan postingan dengan label PUISI. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label PUISI. Tampilkan semua postingan

Rabu, 20 Februari 2019

Seaside

Ku ingin,
laksana basah pasir pantai,
di sore hari tempat lambai tangan menyapa
dan teriakan ku yang tersamar gemuruh ombak yang berlabuh

dari atas langit,
ku lihat hamparan yang tak terukur,
jiwa yang tumbuh bersemi
dengan hati dengan penuh kedamaian.

seperti awan yang berkilau,
tepat di atas permukaan danau yang membentang,
lalu kau daki batu karang,
dan meningalkan bayang-bayang yang takan pernah hilang



White Ceramic Teacup on Saucer With Brown Liquid

Kemana perginya malam yang biasa terasa hangat?
dua cangkir teh yang sama, telukis bulan purnama dari atas langit
suasana sendu yang mengakar pada hangatnya
diri yang sedang berteduh dari kebahagiaan yang melanda

Malam pergi tuk kembali
Namun kemarin itu terasa sedikit kuno
peristiwa traumatis itu kini sesekali hadir
lukisan bulan purnama yang hilang darinya

Malam ku yang sekarang,
Seperti menyediakan waktu khusus imajinasi berpetualang
Mengarungi lautan tanpa takut tengelam
Dan terbang tanpa takut jatuh dengan celaka


Selasa, 15 Januari 2019


Bonfire At Night

Bisakah,
ku ganggam erat asa dan rasa
layaknya unggun api tertatih bertahan hidup,
pada sisa bara yang menetap di dalam kenganan yang telah mengabu.

apakah seikat kata yang tersimpul pada bibir harus dilepas?
seperti matahari yang menghilang,
untuk jutaan titik bintang yang melukis kanvas dinding hitam,
dan sinar rembulan yang menjatuhkan pesan yang mudah dirasa dan sulit dikatakan?

Cukup mengagumkan,..
namun sulit rasanya..
bagaimana ku bisa mengira-ngira rasa itu akan tumbuh pada dirinya,
sedang, ku bersembunyi dibalik hitamnya awan yang enggan dilihat.

Selasa, 08 Januari 2019

Three Toddler Eating on White Table

Jika ku bisa sedikit mengeser waktu,
kan kutarik bayang-bayang itu, tuk dilukis kembali
berangan, dinding kayu itu sedikit terlubangi
tuk melihat bintik kecil di bagian pipi dan senyum secara sekaligus

detak jantung berdebar,
tak mempu hingga membeku hanya tuk menatapnya.
mungkin dari balik kaca satu arah dan kejauhan
dan menahan sesak di balik semak-semak

saya tak mengenalmu banyak,
namun, ada hal
setiap kau menghilang,..
diriku merasa kurang

Saya suka caramu yang tenang
senyum itu, bagai kebahagiaan yang mewabah
andaikan, pandangan ini tersekat
tak ada yang lain dibalik sekat itu,
beautiful eyes with those glasses.

Senin, 07 Januari 2019


Calm Body Of Water


Bisakah kau lihat kemilau di bagian barat di penghabisan siang?
sungguh indah, jika isi hatimu demikian
Dan, bisakah kau lihat mentari yang teredam kabut di pagi hari?
sungguh, itu sehangat senyum yang kau tebarkan dari waktu ke waktu lainnya

Laksana kebebasan,
kapan kita membuka pintu yang pernah kita tutup rapat-rapat
waktu yang ada pada ingatanmu,
mungkin tak seorang tahu kau pergi ke pintu mana

Langkah kaki yang melayang-layang
dari kebahagiaan,
dari kesedihan,
apa yang kemudian akan engkau lakukan?

Apakah awan tertiup, dan jatuh di harimu yang sedang gersang?
Atau mungkin, jatuh meriak isak nafas yang paling dalam
demikian, biarkanlah,..
keputusan mungkin tumbuh pada tanah yang subur

Rabu, 02 Januari 2019

Woman Holding Black Flag

Kearah mana layar kau bentang?
memandu jalanmu tuk pulang
jarak, waktu, dan pijakan kaki
menjadi leburan arthemia yang sedang belajar mengarungi samudera

Cepat pulang,
lekas kembali,
dan, jangan terlalu cepat pergi
disini ku menanti dongeng yang membebani pundakmu

Ketika ku hanyut kala malam,
kunang-kunang bersinar di lumbung padi yang menari
lampu jinga kota bersinar di atas aspal yang sedang mengigil
semua itu, tidak cukup untuk menghangatkan
bercakan yang berserak

Pasir pantai menanti ombak-ombak kecil
dibawah sinar rembulan
seperti bintang yang bertaburan, 
menantimu kembali dan tinggal




Jumat, 14 Desember 2018

Photography of Dandelion

Lihatlah dandelion,
daendelion basah yang digulung embun pagi
dandelion seputih saju
daendelion berlatar langit yang biru

Pergi jauh, terbang jauh
bernafas bersama angin yang lepas
seperti bintang yang bersinar
dan jatuh tumbuh lalu bersemi

daendelio, dandelion
ingatkah siapa aku sebelum kamu?
seorang anak kecil yang membawamu berlari
dan ntah kau terbang bebas atau jatuh terinjak.

dandelion...
kau tak jauh beda seperti saat itu
berkumpul dalam satu tangkai, saling menguatkan
dan tertiup bersama harapan

dandelion, dandelion
di langit seperti lautan yang membiru
kau tampakan keindahanmu.

Minggu, 03 Juni 2018




Melalui yel-yel regu elang hitam
Ku daki perbukitan kemuning yang kurindukan
Tongkat yang ku jadikan kaki tambahan kala itu
Sekaligus alat simulasi perang dengan teman sependakian

Ku sibukan dakian bukit bersama reguku
Untuk membuat struktur kerajaan yang hanya berlaku 1x24 jam saja
Struktur konyol yang pernah kami buat seumur hidup ini
Karena dalam prakteknya Raja, Menteri, Prajurit saling memerintah satu sama lain
Sistem kerajaan macam apa ini, Ha ha ha

Tak ambil pusing
Ketika sampai titik tujuan
Kita saling menjarah tas bawaan masing-masing
Tenda yang cukup untuk 7 orang itu
Kita bangun dengan kerjasama dengan sisa tenaga saat mendaki

Bising patok dengan hantaman batu
bagai irama gamelan kala itu
bersama lagu pop sunda yang popular dimasanya
ikut meramaikan siang yang masih terbakar sinar matahari

Kami jarah hutan sekiar perkemahan
hanya untuk ranting-ranting pohon
yang sudah tak kuasa menahan
laju musim yang silih berganti

Ketika malam tiba,
dengan tumpukan kayu dan ranting kering
yang siap dibakar,
mengombak di suasana dingin dan sepi
yang sengaja dibuat demikian.

Sabtu, 02 Juni 2018



Kasih sayangmu yang tak pernah menua
Doa yang selalu kau panjatkan di setiap tangis yang tak kau tampakan
Curahan nasihat yang setiap hari kau lantunkan
Dan rasa penuh khawatir disaat kami jauh darimu

Ibu, maafkan kami
Kami yang dulu adalah generasi pembangkang
Generasi bodoh
Generasi yang emosinya masih belum terkontrol

Ibu, Jangan pernah merasa bahwa itu adalah kesalahanmu
Itu salah kami
Sepenuhnya salah kami
Kau berikan yang terbaik untuk kami
Selagi kau bisa menepis rasa lapar hanya karena permintaanku yang konyol

Ibu, Kau seperti sosok pendekar di layar kaca masa kecilku
Yang tak pernah terkalahkan di penghujung episode
Yang kini baru kusadari,
Engkaulah pendekar itu Ibu

Ibu, Kan kupastikan bahwa kami akan menjadi pendekar
Pendekar penepis rasa sepimu di hari tua
Pendekar yang bersenjata doa yang tak pernah tertinggal
Hanya untuk memenangkan senyum tulus dari wajahmu

Karena,
Rasa sayangku, hormatku tak mengenal
priode, episode dan sebagainya. 

Note : I love you mama, love you so much.

Kamis, 31 Mei 2018



Satuan jarak engkau dan aku adalah waktu
Rasa rindu yang berkecamuk diantara malam yang tak kunjung habis
Berdiri tepat dihadapanku dengan berbayang rasa kesal
Menjadi alasanku tuk tetap mengingatmu

 Diameter rasa rindu yang kian berevolusi
Bagai cincin saturnus dan kita adalah dua penghujung yang saling jauh
Kita tak akan saling bertemu
Kecuali, kita saling jatuh rindu dari kasuran awan-awan putih

Sibuk adalah salah satu dinding kokoh tak kasat mata
Tak harus kita perangi dengan bola-bola meriam
dengan hingar-bingarnya yang membingungkan

Percayalah,
Aku akan benar-benar merindu pada suatu hari nanti
Disaat air langit membasahi sederetan tanggal di bulan mei
 Walau aku tak mengucapkannya.


Note : Untuk seseorang yang ingin membunuhku dari tingkah senyapnya dibulan mei, Ku ucapkan maaf ini. Karena sudah menjadi Teman yang tak berpengertian.
 

Rabu, 23 Mei 2018


Wahai sesal yang tak kunjung pergi
Kau terus timbul dalam hari-hari ku yang kian memburuk
Malam-malam ku yang semakin berat oleh hal yang tak berwujud
Bagai jangkar yang kupikul di setiap siang terik
Dimana setiap tetes keringat adalah wujud nyatamu

Ku menengadah ke arah celotehan burung prenjak di ranting-ranting sejuk
Ku buat definisi sederhana dari gugur daun yang terjatuh tepat di pangkuanku
Tuk menghindari rasa sesal terus-menerus
Menyebabkan kecemasan yang tak berhujung

Di setiap dayungan yang tercipta oleh waktu
Membawaku pada pelajaran yang akan ku unduh di tepian jalur yang tunggal
Berlatih tuk memafkan diri sendiri
Ku ubah penyesalan menjadi rasa syukur yang nyata

Sabtu, 19 Mei 2018



Terpaku diam dengan tatapan kosong
Terasa di titik terbawah asa yang hampir putus
Dengan esensi hembusan angin malam
Entah akan mendarat sampai mana sebuah pikiran yang mengapung ini

Tiba saat dimana pikiran ini mulai bercabang
Terlontar berhamburan dalam bayang-bayang suram
Seakan akulah sakit yang tak kunjung sembuh
Atau justru akulah rasa dingin yang abadi

Kucoba pangkas habis pikiran ini
Dan kubakar rating-ranting kering untuk memberikan kehangatan
Kehangatan diharapkan mampu mengeringkan luka dengan sendirinya
Kehangatan yang dapat mencairkan bongkahan es yang kokoh
Kehangatan yang membutakan rasa takut sesaat

Karena raga dan hati akan terus beriringan
Biarlah berjalan sebagaimana hakekatnya manusia



 Busur panah atas namaku
Terlontar diantara benteng tak kasat mata
Terlontar diantara para gagak hitam lair
Terlontar diantara sabit-sabit petir

Penghuni langit menolak lintasan sang busur panah bersama aura percaya diriku
Aura yang tak langit miliki
Aura yang langit inginkan

Busur panahku mengoyak angin
mengoyak sayap-sayap hitam yang membentang lebarnya langit
Melintasi jutaan arus listrik menyabit, mengempa langit

Gempa yang merubuhkan gerbang-gerbang awan hitam pekat
Berjatuhan bening-bening air langit yang masih suci
Mengelinding melalui hembusan angin
Tepat di atas ku.

Gerimis awal membasahi bajuku
Deras hujan yang terasingkan istana langit,
Melintasi raga,
Sedikit mengenapi jiwa yang ganjil
Mengisi suara peperangan di genting rumah dan pepohonan
 Bagaikan instrumen terbaik dari segala instrumen

Jumat, 18 Mei 2018



Through the library door I opened
I met the crowds covered by the rules of the library
not camera, not food, keep calm
they are silent, they dig information
they are silent, guarding oral
they are silent, reading life
they tried to fit warmly in the blanket

I walked through the thousands of books I passed
I touch the selection book with my index finger
I specify where to read it

I sat in the corner of the library
air conditioning machine right above me
Beside me, a woman is busy with tasks on her laptop

I open a book called Better life with action
the work of syafii efendi
with a hundred and thirty-three pages thick
I made a compass as a new clue

I learned the experience
without the need to experience it from a very long process

Rabu, 16 Mei 2018


Air terjun yang tak seberapa tinggi
Berjatuhan air bersama teratai berbunga
Jatuh terbentur Abiotik raksasa
Batu menjadi saksi sekaligus tersangka
Terpisahnya teratai dengan bagian jiwa lainnya

Sementara, gemercik air
Sisa hujan yang berjatuhan dari pohon oleh sapuan angin
Membuat pikaranku bungkam

Tarikan nafas paling dalam
Ku hembuskan hingga tak menyisa
Yang setiap tarikan nafasnya prasangka baik
Yang setiap hela’an nafas,
Ku buang kebencian yang mengarat pada jiwa

Hempasan bulir-bulir air berukuran nano
Yang merekat pada raga dan jiwa
Ikut mendukung kemerdekaan jiwa yang terjajah
Raga yang ikut tertular penderitaan sang jiwa,
Akan ikut berjuang

Yang akhirnya
Juang jiwa raga menyatu
Mengobati bagian yang dinoda racun.

Senin, 14 Mei 2018



Temanku,
Ku ucapkan terima kasih ku untuk semua
Kita telah menghabiskan banyak waktu untuk hal-hal konyol
Hal-hal konyol yang berubah menjadi sabuk sejarah
Sabuk yang akan mengikat sangat kuat bila kita mengingatnya
Sabuk yang akan mengendur,
Menggugurkan daun-daun pohon kota yang kokoh
Daun yang tergilas, terpelanting dan tersia-siakan
Menjadi harta berharga yang suatu saat kita cari

Janganlah seperti kisah daun itu
Jadilah sepucuk tunas baru untuk menghormati daun-daun tua yang berguguran
Hingga kita tak usah mencari puing-puing cerita

Cukuplah kita rawat pohon tua yang kokoh bersama akar, batang, randing, daun kenangan yang akan terjaga

Jagalah pohon tua ini,
Jadilah perwakilan dari setiap batang rantingnya

Sabtu, 12 Mei 2018



Malalui hirupan udara pagi jendela kamar
Udara yang kutahan semampuku dalam sanubari
Sembari mengingat perkara sebelum ku terbaring
Terbaring menjelajahi dunia bawaha sadar

Satu hal yang terlintas dalam sadar ini
Namun hal itu masih samar-samar
Kesadaran ini belum bisa meraba
Perihal yang secara paksa ku panggil

Ku basuh raut wajah dengan gumaman doa-doa baik
Ku berbaring di tanah berkarpetkan rumput hijau dan jingga
Menghadap langit, Memejamkan mata
Dengan membentuk pola bintang, sebagai pesan
Aku membutuhkan cahaya lain

Samar-samar tergulung memudar
Memudar oleh sayatan mentari yang terhembus oleh angin pagi
Membawa wangi-wangian rumput pagi
Membawa pesan-pesan yang bisa diterjemah
Jiwa ini mematung dan memaham